HARJABO

gus durian bondowoso

Teka-Teki di Atas Puing Kepercayaan Publik

 

Ahmad Andrey Maulana (Ketua Kabid Gerakan PMII UNEJ BWS 2020-2021) 

Ada sebuah gedung di jantung ibu kota. Dindingnya dibangun dari janji untuk menjadi "rumah rakyat", namun gema di dalamnya lebih sering terdengar membahas tunjangan untuk penghuninya sendiri.

Di saat jalanan resah karena harga beras yang tinggi, di dalam gedung itu justru ramai isu kenaikan fasilitas.

Gedung apakah itu, yang atapnya begitu tinggi hingga tak lagi bisa mendengar suara dari bawah?

Ia menjadi titik kumpul pertama bagi amarah. Pagar-pagarnya yang kokoh dijebol , gerbangnya dirusak, bahkan api pun dijilatkannya ke dinding-dinding perwakilannya di berbagai daerah, dari Makassar hingga Solo.

Teriakan "Bubarkan!" menjadi lagu kebangsaan di halamannya. Bahkan seorang negarawan senior merasa perlu mengingatkan penghuninya agar "jangan asal bicara yang bisa menyakiti hati masyarakat".

Lembaga apakah itu, yang seharusnya menjadi benteng aspirasi namun justru menjadi sasaran frustrasi?

Di tengah badai, salah satu pimpinannya diganti setelah ucapannya memicu kemarahan publik di dunia maya. 

Pergantian itu terasa bukan seperti introspeksi, melainkan seperti upaya penyelamatan citra yang panik. Ia menunjukkan betapa rapuhnya hubungan antara yang di dalam dan yang di luar.

Institusi apakah itu, yang sibuk merapikan kursinya sendiri saat rumah di sekelilingnya sedang terbakar?

Ia membahas undang-undang yang paling menentukan nasib bangsa, namun melakukannya di ruang-ruang tertutup, jauh dari pengawasan publik. Ia menggodok aturan yang bisa membangkitkan kembali hantu masa lalu, memicu ketakutan akan kembalinya tentara ke ranah sipil, sementara rakyat hanya bisa menebak-nebak dari balik pintu.

Kekuasaan apakah itu, yang seharusnya transparan namun justru bergerak dalam bayang-bayang?

Tragedi Affan Kurniawan memang terjadi di dekatnya, saat rakyat sedang mencoba mengetuk pintunya. Kematian itu menjadi simbol tragis dari sebuah jarak—jarak antara rakyat yang menuntut untuk didengar, dan sebuah lembaga yang tampaknya telah lama tuli.

Kini, setelah api padam dan puing-puing tersapu, teka-teki sesungguhnya baru dimulai. Jalan pertama adalah dengan mengganti beberapa wajah, mengecat ulang dinding yang hangus, dan berharap semua orang lupa. Jalan kedua adalah dengan meruntuhkan dinding-dinding kesombongan itu dari dalam, dan belajar kembali menjadi sebuah rumah.

Jadi, teka-teki terakhirnya bukanlah tentang nama gedung itu, karena kita semua sudah tahu jawabannya. Teka-tekinya adalah: Jalan manakah yang akan ia pilih?

إرسال تعليق

أحدث أقدم

نموذج الاتصال